Perayaan Dies Natalis ke-75 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun ini berlangsung istimewa. Untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, FKUI menggelar pementasan wayang orang sebagai bagian utama dari rangkaian acara. Kegiatan ini sukses menggabungkan elemen budaya tradisional dengan nuansa akademik yang kuat.
Perayaan Bersejarah di Aula FKUI Salemba
Kolaborasi antara Akademisi dan Seniman
Pementasan wayang orang bertajuk “Bhisma: No Tahta, No Harta, No Wanita, No Kriye” dipentaskan di Aula FKUI Salemba, Jakarta, pada 26 Februari 2025. Pertunjukan ini diinisiasi oleh civitas akademika FKUI dengan semangat memadukan warisan budaya dan pengembangan karakter akademik.
Pementasan tersebut melibatkan dosen, guru besar, mahasiswa, serta tenaga kependidikan. Semua elemen FKUI berkontribusi secara aktif dalam produksi pertunjukan. Bahkan, tim gamelan, angklung, dan paduan suara terdiri dari sivitas FKUI sendiri, menjadikannya sebagai ajang kolaboratif lintas generasi dan profesi.
Sutradara Berpengalaman di Balik Produksi
Wayang orang ini disutradarai oleh Arie Dagienkz, yang dikenal karena pendekatan kreatif terhadap seni tradisional. Sebelumnya, Arie pernah menyutradarai Matajiwa X Matajiwo dan Wayang Orang Rock Ekalaya yang menggabungkan elemen kontemporer dalam cerita tradisional. Di FKUI, ia berhasil membangun pertunjukan yang tetap sarat pesan moral, namun dikemas dengan gaya modern dan relevan.
Makna Filosofis dalam Kisah Bhisma
Nilai-Nilai Luhur dalam Kehidupan Modern
Cerita yang diangkat dalam pementasan ini adalah kisah Bhisma, tokoh dalam epos Mahabharata. Ia dikenal karena kesetiaannya terhadap sumpah untuk tidak menikah demi menjaga stabilitas kerajaan. Judul “No Tahta, No Harta, No Wanita, No Kriye” mencerminkan pengorbanan Bhisma yang menolak kekuasaan, kekayaan, dan kenikmatan dunia demi tujuan mulia.
Pesan ini dinilai sangat relevan dalam dunia kedokteran, di mana profesionalisme dan pengabdian terhadap masyarakat menjadi nilai utama. FKUI ingin menanamkan makna ini kepada mahasiswa dan alumninya agar terus menjunjung tinggi etika dan dedikasi.
Panggung Budaya sebagai Medium Edukasi
Wayang orang ini tidak hanya menjadi hiburan, namun juga sarana edukasi moral. Dalam dunia akademik yang seringkali terfokus pada sains, seni budaya seperti ini menjadi jembatan penting dalam membentuk kepekaan sosial dan karakter.
Pelestarian Budaya oleh Lembaga Pendidikan
Panggung Akademik untuk Seni Tradisi
FKUI membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi. Melalui pementasan ini, FKUI turut berperan dalam menjaga keberlangsungan seni tradisional seperti wayang orang, yang kini mulai jarang dipentaskan di ruang publik.
Dengan menggelar acara ini, FKUI mengajak seluruh sivitas akademika untuk kembali mengenali akar budaya bangsa. Mereka percaya bahwa pendidikan tidak hanya soal kecerdasan kognitif, tetapi juga soal memperkaya jiwa dan karakter.
Apresiasi Tinggi dari Peserta dan Tamu Undangan
Ketua Panitia Dies Natalis FKUI, dr. Riyadh Firdaus, menyatakan bahwa pentas ini mendapat sambutan hangat dari peserta dan alumni. Banyak pihak mengapresiasi inisiatif FKUI dalam mempersembahkan karya budaya yang penuh makna.
Acara ini juga menjadi momen penting untuk mempererat kolaborasi antara akademisi, tenaga medis, serta alumni FKUI. Mereka percaya, kekuatan budaya dapat menjadi perekat dalam membangun sinergi di dunia kesehatan dan pendidikan.
Pentas Seni sebagai Refleksi Nilai Akademik
Pendidikan yang Berakar pada Budaya
FKUI memberikan contoh bahwa seni dan budaya dapat menjadi bagian dari pendidikan karakter. Dengan menghadirkan pertunjukan seperti wayang orang, mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga belajar nilai kehidupan.
Pementasan ini membangun kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya dalam kehidupan profesional. Budaya menjadi bagian penting dalam membentuk dokter yang berempati dan beretika.
Warisan untuk Generasi Muda FKUI
Melalui Dies Natalis ke-75 ini, FKUI mewariskan semangat budaya kepada generasi penerus. Mereka berharap tradisi seperti ini terus dilanjutkan dan dikembangkan dalam perayaan akademik di masa depan.
Kesimpulan: Harmoni Ilmu dan Budaya
Pementasan wayang orang dalam peringatan Dies Natalis FKUI menjadi bukti kuat bahwa ilmu dan budaya bisa berjalan beriringan. Di tengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, pelestarian budaya tetap menjadi pondasi penting bagi pendidikan karakter.
FKUI tidak hanya mencetak dokter unggul secara akademis, tetapi juga pribadi yang memiliki akar budaya kuat. Pentas ini menjadi simbol integrasi pengetahuan, seni, dan nilai kemanusiaan dalam membangun bangsa.